Para Peserta Diskusi Kelautan (13/06/2011)

Diskusi Kelautan, “Tata Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kota Makassar, antara Teori dan Implementasi” kerjasama Ikatan Sarjana Kelautan (ISLA) Unhas dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Wilayah, Tata Ruang dan Informasi Spasial (WITARIS Universitas Hasanuddin) yang didukung oleh Mart Consultant, satu lembaga pelayanan jasa konsultansi kelautan se-Sulawesi yang berbasis di Kota Bau-Bau terlaksana dengan sukses (Senin/13 Juni 2011).

***
Kegiatan ini berlangsung di ruang rapat Tribun Timur Makassar dan menghadirkan pembicara yaitu Prof. Dr. Sumbangan Baja, M.Sc Ketua Balitbang Wilayah, Tata Ruang dan Informasi Spasial (WITARIS-UH), Dr. Nurjannah Nurdin, ST, M.Sc, ahli GIS yang juga dosen Ilmu Kelautan Unhas serta Andi Muhammad Ibrahim, ST, M.Sc (Aktivis LSM, alumni Kelautan Unhas jebolan Universitas Twente. Peserta pertemuan datang dari utusan LSM Kelautan, wartawan, mahasiswa serta anggota DPRD Provinsi, Andi Januar Jaury Dharwis, SE.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang fakta pesisir dan pulau Kota Makassar, mengidentifikasi dampak pengelolaan serta alternatif strategi tata ruang yang lebih efektif. Selain itu untuk memberikan masukan bagi pengelolaan dan tata ruang wilayah pesisir dan laut di Makassar.

Paparan Narasumber

Menurut Prof Sumbangan Baja, saat ini issu tata ruang memang sedang mengemuka, sebagaimana tersurat dalam UU no. 26 dan 27 tahun 2007. Di sini ditekankan bagaimana stakeholder mesti menyikapi tata ruang tentang pesisir, yang selama ini lebih banyak menyorot sisi daratan ke atas. Menurutnya, sangat beralasan bahwa tata ruang pesisir ini menjadi penting mengingat jumlah pulau dan panjang pantai Indonesia yang hanya dikalahkan oleh Canada.

“Makassar adalah titik sentral dan punya keunggulan. Bukan hanya itu, Makassar diapit dua alur utama dan dapat menjadi area pelayaran terdepan dan mempunyai potensi sumberdaya alam yang melimpah. Oleh karena itu sumberdaya tersebut harus dikelola dengan baik” katanya.

“Saat ini salah satu tata ruang yang telah dikenal oleh banyak orang adalah Tata Ruang Mamminasata. Ini adalah contoh” kata Prof Sumbangan.

Menurutnya pembangunan wilayah pesisir harus berimbang antara ekonomi dan ekologi atau 2E, Ekonomi-Ekologi. Ibarat timbangan dia harus menjadi netral yang dicirikan oleh kelembagaan. Dalam tata ruang ada tiga elemen dasar yaitu: Proses perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian.

Selama ini sudah banyak pengalaman bahwa dokumen perencanaan yang tidak dipatuhi akan selalu menjadi masalah.

“Telah ada empat atau lima kepala pemerintahan kabupaten/kota di Indonesia yang dipenjara karena tidak mematuhi RT/RW, sebagaimana yang terjadi di Sumatera Utara. Itu disangkakan illegal logging karena melanggar UU No. 41, 26 dan 27 tentang kawasan konservasi” Katanya.

Menurutnya, saat ini ada perkembangan baru bahwa telah ada “Penyidik tata ruang”. Bahkan pada UU No. 4 tahun 2011 mulai ada yang terkait dengan Informasi Geospasial. UU ini akan menjadi mitra UU No. 26 dan 27 artinya akan ada persyaratan-persyaratan dan rencana monitoring. Hal-hal lain yang disampaikan oleh Prof Sumbangan adalah bagaimana dinamika atas tata ruang ini yang kerap multitafsir berdasarkan bidang atau kajiannya.

Sementara itu Dr. Nurjannah Nurdin, ST, M.Sc menjelaskan bahwa saat ini fenomena sumberdaya pesisir dan pulau-pulau telah menjadi semakin dinamis. Namun demikian dapat disampaikan bahwa kata kunci pengelolaan adalah mesti berbasis kesesuaian dan daya dukung.

“Mungkin ada lokasi yang cocok untuk pariwisata dan budidaya laut karena subur namun mesti disesuaikan juga dengan apsek lainnya” katanya. Selain mesti menentukan prioritas pada satu kawasan, maka penting pula untuk mendorong integrasi pada wilayah-wilayah yang terkoneksi.

Pentingnya Peran Serta Masyarakat

Andi Muhammad Ibrahim menyorot pentingnya “manajemen kolaborasi”. Pendekatan ini sangat krusial mengingat kondisi pesisir yang sangat kompleks. Kerap kali pendekatan pengelolaan dirasakan tidak tepat atau pas pada wilayah tertentu karena minimnya upaya pelibatan masyarakat.

Ada hal menarik yang disampaikan oleh Andi Ibrahim bahwa terdapat lima aspek yang saling terkait dalam pengelolaan sumberdaya pesisir yaitu ekologis, sosial, kebijakan, kelembagaan dan ekonomi. Kelimanya menjadi sangat mutlak.

Menurut Andi Ibrahim, terkait pelibatan masyarakat, semisal pada “public consultation” sejauh ini terdapat situasi yang belum sepenuhnya ideal karena masih adanya kendala psikologis warga saat berhadapan dengan pemerintah.
Belum lagi melihat jumlah sektor yang terlibat di wilayah pesisir yang mendekati 15 sektor.

“Pembagian kawasan-kawasan pusat tertentu semisal kawasan pelabuhan masih menyisakan persoalan pada blok alur pelayaran untuk tradisional atau perahu kecil sebagaimana di Pelabuhan Laut Makassar” Kata Andi Ibrahim.

Dia juga menambahkan bahwa selain aspek partisipasi warga, aspek kejelasan hukum dan kelembagaan perlu diperjelas atau dipertegas. Ini terkait dengan hirarki perencanaan dan perencanaan strategis pada setiap jenjang yang saling terkait.

Menurut Andi Ibrahim, terkait Rencana Tataruang dan Rencana Wilayah (RT/RW) Kota Makassar selain perlunya konsultasi publik yang lebih luas maka penting pula untuk mulai mengubah pendekatan, misalnya terkait mediasi gagasan stakeholder sedapat mungkin tidak lagi dilakukan di hotel-hotel atau tempat istimewa tetapi lebih dekat dengan warga atau wilayah-wilayah yang terkait langsung.

Komentar Peserta

Pada sesi diskusi, beberapa penanggap seperti Dr.Mahatma menyorot belum rampungnya RTRW Kota Makassar ternyata berimplikasi pada Instalasi Pengolah Air Limbah atau IPAL, selain itu beliau juga menyoal bahwa saat ini telah banyak terlaksana kajian pesisir namun masih sangat susah mendapatkan data-data, stakeholder belum memperoleh manfaat. Dr. Mahatma juga menyampaikan pentingnya memasukkan kajian ”mitigasi bencana” sebagai salah satu materi dalam tata ruang pesisir ini.

Jumadi Mappanganro, anggota dewan redaksi Tribun Timur menyampaikan bahwa saat ini telah ada beberapa pembahasan tentang RT/RW Kota Makassar namun belum tuntas. Ada kecenderungan bahwa finalisasi dokumen tersebut sangat terkait dengan berbagai dugaan miring yang akan ”mematikan” inisiatif investor jika rencana tata ruang itu diberlakukan.

Andi Januar Jaury memberikan impresi pada pentingnya kolaborasi serta upaya sinergi tentang UU no. 26 tahun 2007 termasuk meninjau ulang penganggaran dan kegiatan-kegiatan yang relevan demi memperbaiki pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau.

Penutup

Berdasarkan diskusi diperoleh beragam informasi terkait praktek pengelolaan atau tata ruang pesisir ini. Banyak contoh dikemukan bahwa sejauh ini khusus untuk tata ruang kabupaten/kota masih mengalami kendala, selain overlapping fungsi juga terkait persetujuan dari wilayah sekitarnya.

”Itulah yang menghambat finalisasi RTRW, semisal kabupaten Gowa yang berbatasan dengan 9 kabupaten/kota, setahu saya Kabupaten Luwu Timur sudah selesai” Kata Prof Sumbangan

Andi Muhammad Riady, yang pernah berkecimpung dalam legislasi Kelautan di kota Makassar memandang bahwa diskusi Kelautan kali ini telah membahas issu kompleks kelautan oleh karena itu diperlukan diskusi lanjutan dalam bentuk ”round table discussion” dengan topik yang lebih spesifik.

Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan narasumber dan tanggapan peserta seta kecenderungan diskusi pada sore itu maka dapat disimpulkan:
1. Sangat penting untuk memahami dinamika kabupaten/kota terkait pengelolaan wilayah pesisir ini
2. Mengingat banyaknya undang-undang atau regulasi tentang tata ruang ini dan dirasakan belum efektif maka diperlukan monitoring atau review atas regulasi yang telah berjalan
3. Bahwa adanya syarat 30% untuk ruang hijau di RTRW mesti menjadi konklusi di tingkat provinsi melalui konsultasi dan solusi komprehensif sebab jika dokumen itu sampai di pusat tentu akan memancing penolakan dari kementerian terkait.
4. Penyusunan RTWR kota Makassar yang konon telah menghabiskan 1,2 Milyar selama dua tahun namun belum tuntas itu akan memunculkan tafsir yang cenderung skeptis oleh karena itu diperlukan mediasi untuk mempertemukan stakeholder terkait termasuk mengupayakan konsultasi publik yang lebih terbuka dan cair
5. Persoalan pengelolaan tata ruang pesisir ini masih berkutat di proses penyusunan dokumennya, belum masuk pada pemanfaatan dan pengendalian. Dua aspek tentu akan semakin kompleks dan rentan jadi konflik. Olehnya itu perlu penguatan kelembagaan melalui koordinasi lintas pihak
6. Belum tuntasnya RTRW itu akan berdampak pada investor. Mereka tentu selalu was-was jika belum ada panduan regulasi.